Friday, June 16, 2006

OUTSOURCING




Trend perusahaan saat ini adalah memberikan pekerjaan non inti kepada perusahaan lain yang menawarkan spesialisasi di bidang – bidang tertentu. Sehingga perusahaan akan fokus kepada pekerjaan inti.
Outsourcing juga akan lebih efisien, memangkas sejumlah biaya, karena tak perlu mempekerjakan karyawan yang harus dijamin berbagai fasilitas dan tunjangan plus bonunya, selain kenaikan gaji dari tahun ke tahun. Semua proses ini ditiadakan bila menggunakan outsourcing.

Kita juga tak perlu ‘deal’ dengan sekian banyak pekerja krah biru yang rawan protes dan demo, karena semua itu menjadi urusan perusahaan penyedia jasa outsourcing. Kita tak perlu mengalokasikan waktu yang panjang, untuk merekrut mereka, karena semua proses untuk memenuhi kriteria dan syarat karyawan yang kita inginkan, sudah dilakukan oleh perusahaan outsourcing.
Simplifikasi ini amat membantu HRD untuk lebih fokus kepada hal lainnya, seperti proses pelatihan dan pengembangan karyawan.

Selain itu, langkah ini bisa juga dilakukan sebagai antisipasi agar bila suatu waktu perusahaan ‘terpaksa’ mengambil langkah tidak populer, mengurangi karyawan, maka tak banyak karyawan yang terpaksa diPHK secara langsung oleh perusahaan tsb. Bila tokh terjadi pengurangan karyawan, maka itu akan menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa outsourcing

Contoh : untuk bagian general yang meliputi SatPam, janitor / cleaning service, karyawan manufacturing, orang akan melakukan outsourcing. Demikian pula untuk perusahaan kartu kredit, yang pada masa lalu memepekerjakan karyawan permanen untuk memasarkan kartu kreditnya, maka kini fungsi marketing credit card ini diambil oleh outsourcing.
Karena karyawan marketing yang dipekerjakan oleh pihak outsourcing biasanya hanya menerima basic salary yang kecil sekali, maka income yang didapat oleh mereka tergantung pada komisi atau fee yang didapat dari orang yang dapat di’jaring’menjadi pemakai kartu kredit tsb.

Nah, agar proses aplikasi kartu kredit berjalan lancar dan mudah, maka kini ada kecenderungan ‘permainan’ antara bagian outsourcing marketing dan calon pemakai kartu kredit, untuk me’make up’ data pribadi calon pengguna kartu kredit, terutama yang menyangkut penghasilan. Penghasilan di sini bisa di’sulap’ dan di’mark up’ sehingga bisa naik berlipat ganda daripada sesungguhnya, dan dapat memenuhi atau bahkan di atas minimum penghasilan setahun yang disyaratkan untuk dapat memiliki kartu kredit tsb.

Calon pemakai kartu kredit senang, karena ia dapat memiliki kartu kredit yang selama ini diimpi – impikannya, sekaligus dapat menaikkan ‘gengsi’nya karena memiliki kartu plastik, ‘kartu sakti ’ yang seolah menjadi solusi keuangan setiap saat ia ingin membeli sesuatu yang selama ini tak dapat dimilikinya karena kendala keterbatasan keuangan. Ia lupa bahwa tak ada ‘free lunch’ di dunia ini. Begitu tiba batas waktu pembayaran, maka bila tagihan tak dibayar penuh, pengguna akan dikenai bunga tinggi untuk membayar pembelian yang dikredit. Masih mending bila si pengguna kartu kredit ini cukup bijak menggunakan kartu plastiknya untuk berbelanja produk (terutama elektronik) yang ditawarkan secara kredit,dengan bunga 0% untuk cicilan paling lama setahun. Nah, pada saat seperti ini, kartu kredit benar – benar bermanfaat !!

Sementara si karyawan marketing senang mendapat fee cukup besar, karena berhasil memasukkan aplikasi yang ‘tampak memenuhi syarat’ dalam jumlah banyak.Kemudahan – kemudahan ini membawa dampak merugikan, karena sebenarnya, pemakai kartu kredit belum selayaknya mampu mempunyai kartu kredit, mengingat pengahasilan yangd iterimanya hanya sebatas UMR atau hanya habis untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari saja .

Timbul resiko di kemudian hari : hutang tak terbayar menjadi tinggi. Biasanya angka yang bisa ditoleransi adalah sekitar 0.2%. Tetapi saat ini – menurut pengakuan rekan kerjaku yang istrinya bekerja di penerbit kartu kredit – tunggakan tak tertagih mencapai di atas 1%, yang memaksa debt collector melakukan tugasnya.
Hal ini karena tidak cukup selektifnya proses awal pemilihan calon pemakai kartu kredit.

Di barat, outsourcing digunakan di hampir semua bagian, kecuali sales dan marketing,. Kita dengan mudahnya akan mendapat slip gaji yang tidak dihitung oileh karyawan permanen di bagian payroll , melainkan oleh perusahaan outsourcing khusus payroll. Yang penting di sini adalah, si perusahaan outsourcing dapat menjaga kerahasiaan.

Di sisi lain, ada juga outsourcing untuk bidang yang memerlukan tingkat keahlian yang cukup tinggi, di mana perusahaan pengguna jasa outsourcing hanya menerima hasil akhir dari proses outsourcing tsb dan membayarnya sebagai satu paket jasa, dan tidak memlulu hanya sebatas outsourcing karyawan saja.
Sebagai contoh, banyak perusahaan yang mulai menggunakan jasa 3PL (Third Party Logistics) untuk mengurus system warehousing produk mereka hingga pendistribusiannya dengan cara paling efektif ke seluruh Indonesia, melalui distributorship, atau perusahaan yang mengkhususkan diri di bidang itu. Sehingga mereka bisa berhemat karena tak perlu menggaji karyawan untuk menangani warehouse dan distribusi, serta tak perlu menyewa lahan untuk menyimpan produk. Total solution sudah diberikan oleh 3PL ini.

Sementara untuk perusahaan yang baru berdiri, dan masih belum ingin berinvestasi banyak untuk mendirikan manufacturing, maka langkah ‘aman’ untuk menghemat investasi, sambil membaca respons dan daya serap pasar, adalah dengan memberikan order ke TPM(Third Party Manufacturing). Ini akan meminimalkan resiko kerugian apabila ternyata produk perusahaan ini gagal dilaunching di pasar.

Dengan mudahnya mereka akan ‘cabut dan hengkang’ dari Indonesia, karena investasi yang ditanam masih sedikit.

Selain alasan tsb di atas, alasan lain adalah pekerjaan yang non – inti diberikan kepada expertnya. Yaitu perusahaan yang benar – benar competitive advantagenya di bidang tsb. Misal, seperti 3rd party mfg yang menguasai bagaimana development suatu product, dari benchmark product competitor, registrasi ke badan pemerintah, sourcing raw material, hingga produksi dan quality controlnya. Dengan memberikan kepada outsourcing yang memiliki keahlian dan pengalaman selama bertahun – tahun, akan meminimalkan resiko kegagalan, dan mendapatkan manfaat efisiensi biaya.

Seperti ditunjukkan oleh Nike yang tidak pernah mempunyai manufacturing, supply chain, dan distribution, hanya bertumpu pada ‘strong brand’ dan ‘design’,..tetapi mampu menjadi salah satu global leading brand untuk foot wear dan apparel dengan cara menempatkan order produksi ke berbagai pabrik di belahan bumi Asia.


Cilandak, 16 Juni 2006
13.30 pm

No comments: