Thursday, June 08, 2006

BELAJAR MENGHARGAI UANG




Tidak mudah menjadi orang tua masa kini. Bekerja dari pagi hingga malam, membuat kiat memiliki perasaan bersalah, yang kadang menjadikan kita sebagai orang tua yang permissive dan cenderung mengabulkan permintaan anak kita, yang acap berlebihan sebagai kompensasi dari kurangnya waktu –secara kuantitas dan kualitas – yang kita berikan kepada anak – anak kita. Sehingga dengan meng’hujan’i mereka dengan barang – barang yang mereka minta, yang sifatnya materi, kita beranggapan bahwa rasa bersalah tsb telah berkurang, dan bahkan ‘impas’. Satu pandangan yang sama sekali salah !!! Karena kasih sayang, perhatian kita tak tergantikan oleh timbunan materi.

Kita juga sadari, anak – anak kita hidup di dunia yang dikepung oleh kemajuan teknologi dan iklan serta gaya hidup hedonisme yang tak henti – hentinya disodorkan ke mereka melalui majalah, billboard, MTV, termasuk juga toko – toko di mall yang telah meng’ajar’kan anak sejak kecil untuk mengenal branded products.

Siapa anak muda yang tak kenal merek seperti Voltum, Ripcurl, Billabong, dsb,...yang harganya selangit ? Gempuran, kepungan dan iming – iming branded products yang menawarkan gengsi bila membeli dan memakainya inilah yang mesti dicermati dengan hati – hati oleh kita. Perlu kita sampaikan pesan ke anak – anak kita, bahwa penampilan kita, harga diri kita, penghargaan dan respek orang lain ke kita, tidak ditentukan oleh branded clothes dan atribut yang menempel di tubuh kita. Melainkan lebih dikarenakan sikap dan kelakuan kita, pemikiran dan pandangan kita, serta ketulusan hati kita dalam berteman.
Pakaian akan tampak indah jika sesuai dengan kepribadian kita, tampak pas di tubuh, dan yang terpenting,...kita nyaman menggunakannya.

Dengan itu anak - anak tahu, bahwa memakai baju yang dibeli di Bintaro jongkok, tidak perlu membuatnya rendah diri dibanding yang dibeli di PIM..., sepanjang baju tsb cocok dan sesuai dengan dirinya.
Jika ternyata ia dapat membeli branded clothes Ripcurl di factory outlet Kuta dengan harga miring, itu rejeki dia,…sehingga dengan harga sama seperti unbranded clothes, ia dapatkan branded clothes.

Anak – anak mulai belajar bila ia ingin membeli sesuatu yang lebih berkualitas - baik itu sepatu, baju, alat musik, asesori handphone, buku bacaan - lebih daripada alokasi anggaran yang disediakan ibunya, maka ia harus mau menutupi kekurangannya dengan cara dipotong uang jajannya selama sekian bulan, sehingga impas semua kelebihan pengeluaran pembelian barang tsb. Atau dengan menjual sesuatu barang dan mendapatkan keuntungan dari sana.

Sama seperti yang kulakukan pada saat kuliah dulu. Aku memberikan les pelajaran kepada anak SD dan SMP, dan dari sana keinginanku untuk membeli baju bagus terpenuhi.

Ini kuterapkan bagi ke-2 anakku, dan sejauh ini mereka tidak protes. Dengan cara ini aku berharap mereka dapat menghargai uang yang didapat ibunya dengan susah payah dan juga bisa memakai, merawat, dan menyimpan barang yang dibelinya dengan cara ini secara lebih hati – hati.

Anak perempuanku lebih ‘tricky’, punya cara singkat untuk mendapatkan uang, jika ia ingin membeli sesuatu di luar uang jajannya yang terbatas.
Ia akan mencabut ubanku, dan untuk setiap uban yang dia peroleh – panjang atau pendek, putih semua atau putih sebagian - , dia akan mendapatkan Rp 500,-. Dengan cara ini ia bisa mendapat Rp 7,000 sampai Rp 10,000.
Demikian pula ia memberikan jasa pijat yang tarifnya sama seperti pemijat profesional : Rp 15,000 per 30 menit. Dan ia cukup tricky, karena memijat aku pada saat aku sudah mengantuk,...sehingga sebelum 30 menit selesai, aku sudah tertidur lelap tanpa tahu apakah dia melanjutkan proses pemijatan hingga selesai atau tidak.

Cara lain yang dilakukan adalah menyewakan buku – buku bacaannya yang menumpuk, kepada tetangganya, pada hari Minggu. Teknis pelaksanannya : minggu pagi, dia bersama 3 temannya dan kakaknya berbagi tugas : kakaknya berteriak – teriak di jalan dekat rumah sambil menyebarkan flyer berisi pengumuman ‘taman bacaan rumput ilalang’ membuka persewaan komik , dan sementara anak – anak tetangga datang, dia akan menyiapkan paket tawaran menarik : sewa 1 buku Rp 300, 2 buku Rp 500, dan 3 buku Rp 700. Jadi, dia yang masih kecil ini sudah menerapkan teori marketing : ‘sewa banyak, harga lebih murah.’ Kalau keuntungan sewa hari itu Rp 12,000, maka 25% nya akan dia simpan sebagai modal untuk minggu depannya. Sementara sisanya akan dibagi rata dengan teman – temannya yang ikut bekerja. Jadi, jangan heran jika setelah persewaan bukunya tutup di sore hari,..mereka akan me’raya’kan keberhasilannya mendapatkan uang, dengan membeli es doger atau es puding . Dasar anak kecil !!!

Anakku sewaktu SD juga suka menjual hasil gambarnya ke teman – teman sekolahnya, dalam bentuk kertas surat dan amplop bergambar, seharga Rp 1000 untuk 3 set. Hehe,.dia belum bisa menghitung marjin keuntungan. Padahal, biaya untuk membeli kertas, amplop dan terutama crayon kualitas bagus, bisa jadi lebih dari Rp 1,000 !!
Kadang ada juga teman sekolahnya yang berhutang, sudah membeli tetapi dibayar kapan – kapan.
Biarlah ini menjadi pengalaman berharga bagi dia, agar tahu proses sulitnya mencari uang.

Melap dan menyemir sepatu untuk mendapatkan uang, juga dilakukan oleh anak-anakku ketika SD. Koleksi sepatuku dijadikan sarana mendapatkan uang. Satu sepatu yang dilap dan disemir hingga licin akan mendapat Rp 500. Dan mereka melakukannya sungguh – sungguh.

Juga sense of saving kuajarkan kepada anak perempuanku, yang dulu, dengan manjanya selalu meminta dijemput pulang sekolah. Kemudian bersama sopirku, ia akan menjemput aku. Jarak yang lumayan jauh, 20 km dari kantorku ke sekolahnya pp, setara dengan 2 lt bensin , ditambah ongkos parkir mobil , maka pengeluaranku bertambah Rp 10,000. Padahal, jika ia mau naik bis yang lewat di seberang sekolahnya, hingga berhenti di Lb Bulus, dan kita janjian ketemu di Poins, maka ongkos yang dikeluarkan hanya Rp 1,000. Ke mana larinya penghematan Rp 9,000 perhari tsb ? Apakah untuk ibunya ? Tidak !!! Itu akan kembali ke anakku, dalam bentuk pembelian buku – buku komik yang digemarinya. Kalau sehari bisa berhemat Rp 9,000, maka Senin s/d Kamis ia bisa berhemat Rp 36,000. Dan uang sebanyak itu cukup untuk memuaskan hobinya membeli buku bacaan seminggu sekali.
Sementara pada hari Jum’at, karena ia pulang lebih cepat,pk 13.00, maka ia akan pulang naik bis, angkot dan ojek sampai ke rumah. Ongkos yang dikeluarkan Rp 9,000, dan ini lebih murah Rp 21,000, dibanding sopirku mesti menjemput dia dan mengantarnya pulang, plus balik lagi ke kantor untuk menjemput aku. Sehingga akhirnya ia bisa menerima ideku ini.

Membeli buku bacaan di zaman serba mahalpun perlu strategi tersendiri, agar dapat membeli dalam jumlah yang lumayan banyak dengan uang terbatas.
Caranya : aku akan pergi ke pak Agus di dekat rel KA Bintaro, yang memiliki kios majalah, buku, dsb dan rumahnya dipenuhi oleh gunungan buku – buku baru maupun bekas. Di sana,komik – komik terbitan terbaru dari Gramedia dsb, dapat diperoleh dengan setengah harga ataupun bahkan diskon 60%. Koleksi komiknyapun cukup lengkap. Edisi terbaru komik selalu ada di sana !!! Tetapi jangan cari novel teenlit atau buku – buku fiksi non gambar lainnya di sini. Sehingga dengan uang sebanyak Rp 35,000 bisa didapat komik seharga @ Rp 11,000 s/d Rp 20,000 sebanyak 7 – 8 pcs. Luar biasa, kan ??? Padahal kalau kita belanja di Gramedia, hanya akan mendapat 3 pcs.

Anak laki – lakiku juga memilih untuk menggunakan motor (bekas, th 2005- yang masih layak jalan) sebagai alat transportasi ke sekolah, karena setelah dihitung – hitung, biaya transportasi naik ojek dan angkot rumah – sekolah pp, sudah sekitar Rp 20,000 per hari di luar uang jajan anak kelas 1 SMA. Sementara jika menggunakan motor, cukup membayar bensin 1 lt per hari. Jadi, saving yang didapat sekitar Rp 15,000 per hari. Jika sebulan ia bisa saving sekitar Rp 300,000, maka kurang dari 3 tahun, biaya pembelian motor sudah akan impas…., suatu pay back period yang cukup singkat !!! Dan motorpun masih memiliki book value yang lumayan tinggi !! Cuma satu hal yang mesti dia ingat : ia tidak boleh ngebut dengan motornya, dan harus waspada dengan banyaknya orang yang merampok motor dan menghipnotis calon korbannya agar dapat merampas motor.

Pernah pada suatu ketika anakku menghilangkan kunci kamar yang kupercayakan untuk dibawanya, sehingga membuatku memanggil tukang kunci ke rumah dan mesti membayar Rp 75,000 untuk jasa tukang kunci tsb. Maka dengan penuh ketakutan, anakku meminta maaf padaku, dan memintaku untuk memotong uang jajannya sehari Rp 2,500 hingga akhir Juli ini.
Dengan kejadian ini, kuharap ia bisa lebih berhati – hati menyimpan barang.

Anakku yang di SMA, sudah kuberikan uang saku mingguan. Dan apabila tiba – tiba ia ingin memuaskan keinginan main online games, aku akan katakan, bahwa ia dapat mengambil dari uang saku mingguannya. Tidak ada lagi uang ekstra yang dapat diminta dariku. Maka jika ia ingin main games, ia bisa menghemat uang jajannya dengan cara : membawa bekal makanan dari rumah.

Kemampuan mengelola uang dapat ditanamkan sejak dini, agar anak dapat membedakan mana yang menjadi prioritas dan bukan.
Juga tak ada keinginan akan kepemilikan barang, yang dapat dipenuhi secara instan,..apalagi untuk barang – barang mahal,.ia harus mau menabung,...menunggu sekian lama hingga ibunya mempunyai uang cukup.

Cilandak – waktu istirahat siang -,
8 Juni 2006, 12.10

No comments: