Friday, December 31, 1999

AMBON, DULOS, ACEH…..

Andainya aku bisa memilih,…..
Tak ingin aku tetap berada di Indonesia yang makin pengap ini….
Yang tak lagi kenal kawan dan lawan
Di Ambon,…Aceh,… dan banyak tempat di Indonesia,…
Tak lagi ada beda Ramadhan yang sakral dengan bulan-bulan lainnya,…
Tak lagi ada kesamaan kedudukan manusia, yang hanya beda “kulit” luarnya semata,….
Bahkan pelaku kerusuhan di Dulospun
Orang-orang Islam yang tak lagi kenal isi Qur’an,….
Yang menyatakan “sebaik-baiknya kedudukan manusia disisi Allah ialah yang paling bertaqwa”
Mengapa jika Muhammad dapat hidup berdamai dengan orang Nasrani dan Yahudi,…
Bahkan keinginan Muhammad untuk mengIslamkan seluruh manusia, adalah sesuatu
Di luar kemampuannya,….. yang juga tak dikehendaki Allah …
Mengapa muslim Indonesia jadi demikian eksklusif,....
Menganggap kaumnya paling benar,
Sekalipun pelaku kejahatan korupsi,perundungan seksual, kejahatan kriminal, dsb....
Adalah saudara-saudara muslim kita juga?
Mengapa tak ada lagi cinta di hati mereka?
Mengapa tak ada lagi damai di diri?
Mengapa “kemenangan” mesti dicapai dnegan pertumpahan darah,
Dan pengorbanan sanak saudara kita sendiri...
Akanka Bosnia ‘kan pindah ke Indonesia?
Akankah Sri Lanka ‘kan pindah ke Indonesia?
Terlalu banyak yang mesti dikorbankan
Untuk mencapai ambisi diri,...
Terlalu banyak darah dan air mata yang mesti dicurahkan,...
Kini saatnya menggalang kesatuan,
‘tuk hadapi “dunia tanpa batas” di milenium baru......

Ramadhan ke – 23,
Dec 31, 1999

JANGAN SEDIH,ANAKKU……


Jangan sedih anakku,….
Meskipun engkau tak memiliki Ayah,...
Engkau masih memiliki dan merasakan curahan kasih ibumu,….
Engkau masih punya kesempatan untuk menikmati limpahan rizkiNya :
Pendidikan yang baik, makanan bergizi, mainan lucu, pakaian nyaman, tempat tidur empuk,…
hiburan memikat, dan tak terhitung lagi lainnya…..


Nasibmu jauh lebih baik dibanding jutaan orang lain
Yang tak kenal siapa ibu dan ayahnya,…
Yang besar di jalanan,….
Mengenal kekerasan di rimba beton,...
Mengenal falsafah“yang kuat,yang berkuasa“
Yang mesti mencari nafkah di usia seumur jagungnya
Agar ia bertahan hidup.....
Yang tak lagi punya mimpi dan berani angankan
Miliki mainan beruang Teddy atau boneka barbie,...
Yang sekarang mesti berpikir ”sekarang aku makan apa“,...
Sebelam sampai pada pikiran “esok siapa memakan aku?”
Yang mesti mengunyah joroknya sodomi, rokok, nggelek, pelecehan seksual, jambret, dsb....
Dan ia begitu asing pada “rumah singgah” yang disediakan sekedar basa-basi oleh pemerintah,....
Dan ia menjadi galu melihat gedung SD nan megah,...
Dimana ratusan murid datang diantar mobil mewah,…
Dan ia bertanya-tanya “bagaimana aku mesti mengeja nama-nama yang tertera di sign board sepanjang Thamrin – Sudirman?
Bagaimana aku bisa menulis surat ‘tuk ayahku –kuli bangunan- yang masuk surga setelah mati jatuh dari lantai sepuluh gedung bertingkat???”


Begitu banyak “bagaimana” lainnya terlontar dari mulut mungil bocah-bocah Indonesia yang menatap esok dengan ketakpastian dan mata menerawang…
Yang mencoba gapai asa dengan bertanya
“masihkah ada esok yang lebih baik dari hari ini???”

BNI, Ramadhan ke 23, Dec 31, 1999, 04.45