Monday, October 31, 2005

NOSTALGIA PUASA DAN LEBARAN DI MASA KECIL


Puasa di masa kecil adalah saat yang mendebarkan sekaligus ditunggu.
Bagi aku yang masih kecil, itu artinya aku akan libur panjang sekolah, bisa bermain sepuas – puasnya dengan tante – tanteku dari Cepu dan Kalianget, yang sebaya . Di hari lebaran memakai baju baru, dan aku akan berkunjung ke rumah bude dari Bapak, serta rumahku akan jadi ‘markas’ dari saudara – saudara Ibu – oom dan tante - yang datang dari jauh ingin bertemu dengan buyut yang tinggal di rumah.

Puasa kukenang sebagai masa di mana Ibu memasak dengan menu yang lebih istimewa dibanding bulan – bulan di luar Ramadhan. Selalu ada kue buka puasa setiap hari.

Aku mulai berpuasa penuh ketika SMP. Pada saat SD, kadang masih bolong – bolong, dan begitu banyak alasan untuk membatalkan puasa. Dari tak mampu menahan air liur gara – gara ingin makan kue taart di kulkas, hingga tak mampu menahan kesal. Jika aku sedang kesal pada orang lain, maka akan kukatakan bahwa kekesalan dan kemarahanku telah membatalkan puasaku, sehingga sia - sialah puasaku, selain mendapat haus dan lapar saja.Jadi, daripada hanya mendapat lapar dan haus, lebih baik aku batalkan puasaku saat itu juga.

Puasa adalah masa di mana aku dan saudara – saudaraku berpesta kembang api setiap saat. Aku akan memainkan kembang api yang kuputar – kuputar dan kutancapkan di dahan pepohonan, dan mengerek serta menyulut petasan seperti kue taart besaaar yang pada saat itu berharga Rp 10,000 di tahun ’72…sehingga mengeluarkan suara bergemuruh di puncak pohon kelapa….

Sebulan sebelum lebaran, saudara – saudaraku sudah memilih kain yang digunakan untuk berlebaran, sehingga meja jahit Ibuku penuh dengan tumpukan kain yang menggunung. Ibuku akan menjahitkan baju lebaran yang seragam untukku dan tante - tanteku yang sebaya denganku, sehingga ke mana – mana kami akan tampak seperti anak panti asuhan….

Aku menjadi juru tulis orang tuaku, yang akan mengirim kartu lebaran kepada handai taulan. Aku akan menuliskan alamat mereka satu persatu hingga 100 lembar kartu ucapan Idul Fitri habis ditulis dan dikirim.Aku pula yang wajib menyimpan kartu ucapan yang datang melalui pos, dan memeriksanya apakah pengirim kartu sudah dibalas atau belum.

Ibu akan memasak sendiri kue kering favoritnya : dari kaastengels, kue semprit, hingga lidah kucing. Dan kakak – kakakku yang nakal itu selalu berusaha secara diam – diam mengambil kue – kue dalam stoples tinggi yang disimpan Ibu di atas lemari. Pernah saking jengkelnya buyutku yang tinggal di rumah, yang merasa kue – kue kering semakin berkurang karena dihabiskan diam – diam oleh kakak – kakakku,..menaruh susur di atas stoples kue agar kakak – kakakku jera mengambil kue !!!
Masih kuingat bagaimana kami begadang sampai malam pada malam takbiran, karena menonton acara Papikonya Titiek Puspa yang bertema Operette Lebaran di TVRI, sebagai tontonan wajib yang sayang untuk dilewatkan.

Saat lebaran, adalah saat yang kunanti – nanti untuk bisa makan kue taart parcel, dan membuka parcel berisi coklat dsb, pembagian dari kerabat Ibu yang banyak mendapat parcel. Hidangan wajib untuk lebaran hari pertama adalah nasi kuning komplit dengan lauknya : sambal goreng hati, ayam goreng, abon, irisan telur dadar, timun, kacang goreng, dan krupuk. Selain itu limun (baca : soft drink) F&N juga menjadi minuman yang disajikan untuk tamu.

Sungkeman kepada orang tua dan kerabat yang dituakan menjadi acara wajib yang tak boleh dilewatkan, yang selalu mendatangkan haru dan kilatan air mata mengingat betapa banyak salah dan dosa yang kuperbuat….

JB – Surabaya, 31 Oktober 2005
22.00

No comments: