Monday, October 10, 2005

NIKAH SIRI


Jika 5 tahun terakhir ini kisah mengenai selebriti yang menikah siri jadi semakin banyak dibicarakan, demikian pula masyarakat biasa yang juga mulai memilih cara ini semakin banyak terungkap, bukan hal yang istimewa.

Saya tidak akan membahas dari aspek legalitas pemerintah, karena biarkan lembaga hukum atau LSM hukum yang membahasnya. Dan sudah banyak artikel yang membahas hal ini ditinjau dari sudut hukum, yang lebih banyak merugikan wanita dan anak yang terlahir, terutama untuk jangka panjang. Sementara si pria akan tersenyum penuh kemenangan.

Saya melihatnya dari sudut pandang berbeda. Ada beberapa faktor yang mendasari mengapa seseorang memilih menikah siri. Menikah siri sah secara agama.
Bisa jadi orang tersebut berusaha menghindari diri dari zinah, karena ia mengantisipasi bahwa jika ia berhubungan secara dekat dengan kekasihnya, maka ia takut tak mampu mengontrol diri, sehingga lebih baik memilih menikah siri, daripada berbuat yang melampaui batas agama . Untuk kasus yang satu ini, tentunya orang yang terlibat diupayakan seminimal mungkin. Bisa jadi orang tua kedua belah pihak tidak mengetahuinya. Sang calon pengantin pria dan wanita dapat saja menggunakan orang luar yang tak dikenalnya sama sekali sebagai wali hakim.

Di sini kembali nurani kita berbicara. Apakah pantas, orang tua yang begitu dekatnya dengan kita, melahirkan dan membesarkan kita, terabaikan dari sebuah momen amat penting dalam kehidupan anaknya ?

Ada yang mengatakan, apa bedanya baru mengenal pasangan kita sebulan yang lalu atau 4 tahun yang lalu ? Karena resiko bercerai selalu ada. Untuk orang seperti ini, sambil berusaha mengenal pasangannya, mereka memilih menikah siri, untuk menghindari prosedur berbelit yang timbul di kemudian hari, apabila ternyata mereka tak cocok satu sama lain, dan memutuskan bercerai .

Pria yang telah beristri dan ingin memperistri wanita lain, sebagai istri ke-2, 3 atau 4. Rasanya sulit untuk mendapatkan ijin resmi tertulis untuk menikah lagi, dari istri pertamanya. Karena hanya dengan ijin resmi tertulis itulah, si pria dapat menikah di depan KUA dan memperoleh legalitas hukum. Jika tidak, maka ia hanya dapat menikah siri.

Faktor ke-3 inilah yang paling banyak terjadi. Jangan jadikan populasi wanita yang jauh lebih banyak dibanding pria, sebagai pembenaran dari faktor ke-3 ini. Sehingga seolah-olah, satu satunya cara untuk menikah dengan pria, apalagi yang mendekati gambaran ideal si wanita – mapan secara finansial dan pekerjaan, matang secara emosional, kebapakan, melindungi, bertanggung jawab, cukup umur, dsb - adalah dengan menjadi istri ke-2
Di sini, pihak wanita cenderung menyetujui terjadinya pernikahan siri, karena berpikir inilah alternatif terbaik dari sekian alternatif lainnya, yang mungkin malah lebih tidak jelas. Ada segelintir orang yang mengatakan bahwa faktor ke-3 ini lebih banyak terjadi pada wanita dengan keadaan ekonomi dan finansial yang amat tergantung pada si pria. Padahal, selalu ada pengecualian, sebagai misal : si wanita memilih nikah siri karena benar – benar mencintai si pria, dan tidak tergantung secara finansial kepada pasangannnya, karena ia juga wanita yang secara finansial independen.

Di sisi lain, kita bisa mengatakan bahwa nikah siri adalah cara untuk melegalkan ‘extra marital affair dengan the other woman’, sehingga secara hati nurani, pasangan extra marital ini tidak atau berkurang rasa bersalahnya. Karena secara agama, tidak berdosa.

Kelemahan nyata dari nikah siri adalah lemahnya tanggung jawab pria, baik untuk menafkahi lahir atau batin. Dan apabila ia telah bosan dengan pasangan nikah sirinya, dengan mudahnya ia cukup menceraikan istrinya secara lisan, maka sahlah perceraian tsb, tanpa perlu mengajukan ke pengadilan agama yang perlu waktu lebih panjang lagi.

Kelemahan lain untuk faktor no. 3 adalah, si wanita seperti ‘disembunyikan’, dan tak dapat tampil bersama suaminya, untuk bersosialisasi dalam lingkungan tetangga, keluarga atau teman ke-2 belah pihak, juga tak dapat keluar untuk bersenang – senang bersama.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka berpikirlah seribu kali, sebelum melangkahkan kaki ke pernikahan siri. Bandingkan pengorbanan yang mesti anda lakukan, dibanding kenikmatan dan kebahagiaan yang akan anda raih.

Untuk faktor no. 3 , bukannya cinta tak berarti memiliki, dan mungkin lebih indah bila diwujudkan menjadi ‘platonic love’ ?

BNI,
10 Oktober 2005.
06.40 am

No comments: