Sunday, October 16, 2005

MIX AND MATCH


Dulu sekali, aku selalu menyempatkan diri sebulan sekali untuk membongkar lemari pakaianku – yang dipisahkan berdasarkan warna cool & warm - dan memulai eksperimenku untuk memadupadankan pakaianku, terutama 3 pieces, sehingga menghasilkan sesuatu paduan yang tak terduga.
Hal ini hanya bisa diperoleh dengan cara membentangkan lebar – lebar bermacam pakaian, dan mencoba memakainya. Sehingga dari 20 kemeja / blus , kita bisa mendapatkan 60 kombinasi.

Dari dulu aku jarang membeli setelan celana dan blazer.., karena mempersempit kreatifitasku untuk memadupadankan pakaian. Patut diperhatikan, setiap kita ingin membeli pakaian, maka kita mesti membayangkan pakaian dengan model dan warna seperti apa yang sudah kita miliki, sehingga bila kita membeli pakaian lagi, kita tidak memilih warna yang tidak dapat kita padupadankan dengan koleksi pakaian yang telah kita miliki, atau justru memilih desain dan warna yang sama persis seperti yang sudah kita punyai, sehingga tak tampak bedanya.
Selain itu kita mesti memilih pakaian yang ‘jatuh’ dengan enak dan pas pada saat kita pakai, yang membuat kita merasa nyaman dan percaya diri. Buat apa memilih desain yang sedang trend, jika saat menggunakannya, kita berulang kali menarik ke atas camisole yang potongannya terlalu rendah sehingga menunjukkan belahan dada kita, atau warna yang akan membuat kita tampak ‘kusam’ dan ‘aneh’ karena tak cocok dengan aura kita. Aku tak pernah memiliki koleksi warna hijau tua, dan merah tua, yang membuat kulitku tampak kusam. Pakaian yang kita beli semata hanya karena warnanya belum pernah kita punya, bisa jadi akan jadi penghuni lemari pakaian kita tanpa pernah kita gunakan selamanya, karena ketidak PDan kita memakainya. Seperti blus cheongsamku yang berwarna merah darah, oleh – oleh dari China yang hanya kugunakan sekali saat Gong Xi Fa Cai , atau blazer sutra merah, oleh - oleh dari Thai, yang sampai saat ini labelnya masih menempel karena tidak pernah digunakan. Merah adalah warna yang amat jarang kugunakan, yang kuhindari untuk memadupadankannya dengan hitam , karena kontras yang tajam, dan aku tak siap jadi ‘pusat perhatian’ gara - gara warna ‘merah’ yang menyita perhatian orang lain ! Kalaupun terpaksa kugunakan, aku lebih memilih memadupadankan dengan abu – abu, coklat muda atau putih, untuk ‘meredam’ efek menyoloknya.

Yang harus diingat adalah : warna pakaian, sama seperti warna make – up dan piranti rumah tangga, mengenal 2 macam palet warna : cool and warm.
Warna – warna cool adalah warna dengan gradasi warna biru - abu- abu, ungu, hitam dan merah muda. Sementara warna – warna ‘warm’ terilhami oleh kehangatan cahaya matahari : kuning, jingga, merah, beige, caramel, coklat.

Ada warna yang dapat dipadupadankan di kedua warna warm and cool ini : putih atau off – white, adalah warna netral yang bisa dipadukan dengan ke-2 palet warna. Demikian pula hitam yang abadi, yang bisa dipadankan dengan hampir semua warna dari ke-2 palet warna. Juga beberapa paduan bisa terjadi dan memberi nuansa segar, misal : abu – abu dan merah, abu – abu dan kuning, coklat muda dan biru turquoise.

Untuk memberi kesan ‘berbeda’, tidak selalu kita harus mengeluarkan uang banyak, untuk membeli baju baru. Cukup membeli dan menambahkan aksesoris, seperti scarf dengan nuansa etnik batik atau ikat, telah mampu memberi kesan ‘baru’ dan ‘beda’.

Jangan tanya apakah hal yang sama tetap kulakukan sekarang ini ? Tentu saja tidak! Aku tak peduli lagi, apakah aku menggunakan pakaian yang sama setelah 4 hari kemudian, hanya karena malas membuka lemari pakaian dan mematutkannya. Banyak pakaian yang tak pernah kugunakan untuk waktu bertahun – tahun, hingga lupa bahwa aku memilikinya. .., terutama warna – warna nuansa coklat yang saat ini baru kurasa tak terlalu pas dengan auraku.

Yang jelas, jika aku sedang bad mood, maka aku akan memilih pakaian berwarna ‘terang’ seperti putih - yang menjadi warna favoritku setelah aku makin berumur, dan koleksi blus putihku bisa mencapai puluhan - yang memberi efek ‘color healing’ dan mencerahkan hariku. Jadi, setiap Senin, aku takkan pernah menggunakan warna hitam atau gelap lainnya,.sebagai bentuk perlawanan dari ‘I don’t like Monday.’

Sekarang minatku untuk me’mix & match’ pakaian kusalurkan untuk anak gadisku, sebagai ‘fashion –stylist ‘ nya. Beberapa pakaianku yang masih terlihat keren dan bisa ‘masuk’ untuk usia remajanya, kupilah dan kutawarkan untuk dia gunakan. Seperti kaos turtle neck warna hitam, abu –abu, off-white, beige dan coklat tua, juga tank top warna beige yang bisa dipadu padankan dengan berbagai blusku yang berpotongan sederhana dan casual, dapat ku’waris’kan ke dia. Apalagi saat ini anakku telah mulai menerima variasi berpakaian, dan tak hanya ke mana – mana memakai celana jeans dan T-shirt. Ia menerima untuk di’make over’ dan mulai bisa memakai rok pleats yang cantik dan membuatnya agak ‘girlie’ dan feminin, dipadankan dengan blus sebagai pengganti T-shirt, plus kaos turtle neck sebagai pakaian dalamnya, yang membuatnya berbeda dan memiliki identitas sendiri. Bahkan yang mengejutkanku, dia berani memilih baby doll dengan bahu terbuka untuk pakaian pestanya.

Yang terpenting adalah, ia mesti berani memiliki identitas diri, memilih pakaian yang sesuai dengan kepribadiannya, dan tak sekedar menjadi peng’ekor’, memilih pakaian yang sedang menjadi trend, hanya karena semata – mata teman-temannya menggunakannya….

BNI, 16 Oktober 2005
11.50 am