Saturday, October 08, 2005

MATI RASA : MANFAAT ATAU MUDHARAT ?



Hal yang paling menyedihkan dalam hidupmu adalah ketika kau sadari kau tak merasakan sensasi apa – apa dari sesuatu yang biasanya amat kau nikmati. Ketika kau memakan makanan favoritmu, yang biasanya membangkitkan seleramu, dan kali ini kau hanya merasakan ‘tawar’ saja,…ketika kau tak bisa membedakan nasi uduk terenak di dunia, dengan nasi uduk hasil ‘trial & error’ pembantumu,…maka kau mesti menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dengan ‘syaraf penerima’ di otakmu, yang mengirim ‘reaksi’ berlawanan dengan indra pengecapmu.

Yang lebih parah adalah ketika kau tak merasakan sensasi kesenangan dari interaksi percakapanmu dengan seseorang yang selama ini membuatmu merasa ingin senantiasa berkomunikasi, meski hanya menyapa satu kata ‘hai’ .
Ketika tak lagi timbul rasa rindu dalam dirimu,…ketika kau menganggap yang terjadi di masa lalu adalah sesuatu yang seharusnya bisa dihindari….
Ketika kau menjadi seseorang yang ‘datar – datar’ saja dan tak mampu memiliki emosi,…sedih, gembira, takut, cemas, semua terekspresikan sebagai sesuatu yang datar dan nyaris tanpa emosi…

Karena totalitasku dalam menghadapi dan menyikapi suatu masalah, telah menuai badai,..membuatku rentan sakit,…penyakit fisik yang bermula dari pikiran.

Stress memang perlu dalam kehidupan kita, untuk memacu adrenalin kita, menantang kita untuk berusaha lebih keras lagi agar sukses. Tetapi ada batas tertinggi stress yang tak dapat lagi kita tolerir, karena bukannya menaikkan grafik keberhasilan kita, tetapi justru sebaliknya. Maka, kita mesti waspada memerhatikan alarm tubuh kita yang menyampaikan ‘waspada 1’ atau ‘waspada 2’ agar kita mulai lebih bersabar lagi dalam menyikapi suatu masalah, menyadari bahwa kita bukan ‘super hero’ yang dapat sendiri menyelesaikan masalah, dan mengakui bahwa tak semua masalah bisa diselesaikan saat itu juga.
Pada saat tertentu, kita mesti mengurangi ‘kecepatan’ kita, agar diri kita tak cepat fatique, yang bisa berakibat mengalami penyakit degeneratif terlalu dini : pikun, dan sering lupa mengingat nama suatu jargon, yang sebelumnya mudah sekali diucapkan.

Aku tak tahu apakah ini berkah dari Ramadhan atau bukan,…yang mengajarkanku untuk tak menuruti emosi dan mengurangi kesensitifanku menghadapi suatu masalah,…agar aku menjaga jarak dengan perasaan – perasaanku,.agar aku tak mudah larut dalam luapan duka atau bahagia. Sehingga akhirnya aku lebih mudah untuk melihat solusi dari masalahku, karena aku lebih mengedepankan pikiran jernihku atau rasio dibanding emosi,..dan meyakini ‘there is a light at the end of the tunnel’ .
Untuk kembali kepada salah satu surat di kitab suci, yang menyebutkan “Allah tak akan memberi cobaan yang melebihi kemampuan umatNya menanggungnya.”

‘Jika kau telah memulai suatu awal yang baik, biarkan Allah melakukan tugas selanjutnya.’

BNI, 8 Oktober 2005
7 am

No comments: