Sunday, October 23, 2005

BAJU MURAH DAN EKSPLOITASI TENAGA KERJA


Pernahkah terpikirkan olehmu, apa yang ada di balik baju muslim, yang kaubeli dengan amat murah, seharga Rp 30,000 di Tanah Abang dengan hiasan penuh bordir ala Hongaria, masih ditambah hiasan manik – manik yang harus dikerjakan secara manual oleh si pekerja ? Jika si penjual di Tanah Abang mengambil untung Rp 5,000, maka harga belinya dari si pembuat adalah Rp. 25,000. Jika si pembuat mengambil untung Rp. 5,000, maka modalnya adalah Rp. 20,000. Sesuatu yang sulit dimengerti oleh akal sehat, karena untuk itu dibutuhkan Rp. 15,000 untuk 1.5 m bahan yang berharga Rp. 10,000 per meter. Belum lagi benang dan manik – manik. Jika benang dan manik – manik seharga Rp. 1,500, maka ongkos kerja karyawan pemotong bahan kain, penjahit pakaian, pembordir, dan pemasang manik – manik adalah Rp. 3,500. Terbayangkankah olehmu, betapa untuk sepotong pakaian, uang Rp. 3,500 harus dibagi ke-4 orang yang berbeda, di mana masing – masing orang mendapat uang kurang dari Rp. 1,000 yang bahkan tak cukup untuk dibelikan beras ¼ liter !!!

Bukankah yang kita lakukan ini merupakan bagian dari eksploitasi tenaga kerja ? Betapa kita , pembeli, dan makelar , yang akan menjualnya lagi di toko – toko pakaian di daerah, yang justru mendapat untung terbesar ? Si pemilik keahlian, tetap saja miskin dan hanya sekedar bertahan hidup, makan sehari 2 x, sementara yang menjadi kaya adalah si pemilik modal kuat.

Telah terjadi eksploitasi tenaga kerja, sehingga tak heran jika di negara – negara Barat, banyak orang menolak membeli sepatu dan pakaian yang diproduksi di negara – negara Asia yang terbukti membayar buruhnya dengan amat murah !!! Mereka merasa telah memakai fashion & apparel products, yang diproduksi oleh buruh yang diperlakukan kurang manusiawi.

Sebenarnya komponen direct labor dalam struktur biaya, hanya sekitar 3 – 5% di Indonesia. Tetapi, sering faktor upah buruh yang disesuaikan setiap tahun ini, di’kambinghitamkan’ sebagai penyebab naiknya harga secara signifikan (padahal % kenaikan UMR takkan pernah mampu menutup kenaikan harga kebutuhan sehari – hari yang mesti dibeli oleh para buruh !!) Betapa tidak adilnya kita !!! Dan begitu suatu masalah timbul,.maka yang muncul pertama kali di benak para pengusaha adalah PHK….!!! Seperti juga yang terjadi sebagai dampak kenaikan BBM yang tak kepalang tanggung !! Apalagi jika masih ada kenaikan BBM tahap 2 Januari nanti !!!

PHK jadi pedang ampuh bagi solusi penurunan permintaan pasar dan pemangkasan biaya !!! Padahal kita semua tahu, penurunan biaya yang ditimbulkan dari tindakan PHK sejumlah buruh, tak ada artinya dibanding memPHK seorang Manager yang tak diperlukan lagi fungsinya…!!! Dan semua buruh adalah rakyat Indonesia yang berpendidikan menengah – sebagian hanya lulus SMP, dan sebagian SMA -, bahkan masih saja ditemukan perusahaan yang mempekerjakan buruh di bawah umur 18 tahun, yang bertentangan dengan SA 8000 (Social Accountability 8000, yang menyangkut kebijakan mengenai perekrutan buruh / karyawan, hak 2 karyawan, dsb) . Buruh dengan pendidikan yang tak bisa dibilang tinggi ini memiliki keterbatasan daya tawar untuk mengisi lowongan pekerjaan yang ada, yang makin hari tuntutannya semakin tinggi. Juga kenyataan lain, bahwa sebagian besar para buruh adalah ‘pencari nafkah tunggal’ yang harus memberi makan keluarga dan kadang bahkan keluarga besarnya !!!
Bisa dibayangkan jika ia tiba – tiba terkena PHK,….betapa ia menjadi limbung, dan mengalami depresi. Masih mending jika kepada para buruh korban PHK ini diberikan pesangon yang sesuai dengan peraturan MenNaKer. Jika tidak ???

Sehingga jangan heran jika tak memiliki iman kuat, maka yang selanjutnya terjadi adalah kisah drama yang berakhir tragis, seperti bunuh diri menenggak racun serangga, terjerat narkoba, terlibat kriminal, menjadi gila, atau KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) begitu si istri meminta uang belanja pada suaminya. Karena bagi pria, memiliki pekerjaan dan penghasilan menyangkut harga diri dan kebanggaannya sebagai manusia !!!

Pernahkah efek psikologis yang dahsyat ini dipikirkan oleh para pengusaha dan para pengambil keputusan ? Jika gelombang PHK ini muncul bertubi – tubi, maka akan terjadi kerawanan sosial dan tingkat kriminalitas yang tinggi, serta rasa tidak aman.

Kita semua tak ingin peristiwa 13 Mei 1998 terjadi lagi !! Terlalu mahal harga yang harus dibayarkan untuk itu !!! Bahkan luka lamapun belum sembuh. Menurut almarhum Cak Nur, perlu waktu satu generasi lagi (25 tahun !!) sejak tahun 1998 untuk membangun Indonesia yang kuat, bersatu dan memiliki kemandirian sebagai suatu bangsa.


BNI, 23 Oktober 2005
15.30 pm

No comments: