Saturday, November 05, 2005

RITUAL MANDI


Untuk mengingat ke’unik’an budaya mandi kita

Masih ingat bagaimana orang desa mandi ? Mereka akan mandi di pinggir kali di sela bebatuan, dengan menggunakan kemben dan menggosok – gosok bagian badannya, sambil mencuci pakaian. Aku tak tahu apakah ritual ini masih berlangsung hingga kini, mengingat dulu air sungai jernih karena tak ada polusi, sementara kini airnya keruh kecoklatan karena kadar polusi yang tinggi.
Dalam adegan film, sering digambarkan ada jejaka yang mengintip si gadis yang sedang mandi dengan kemben batiknya yang basah…

Sementara di desa juga ada yang mandi di ‘jedhing ‘ yang pintunya hanya setengah badan ( Setengah betis kita kelihatan dari luar, juga leher ke atas akan kelihatan)…, sehingga kita tak merasa bebas mandi,dan merasa perlu memasang kain penutup di pintu. Untuk memenuhi air di bak mandi yang terbuat dari semen, maka aku – saat KKN di desa di Bojonegoro, 19 tahun yang lalu – mesti menimba dari sumur, dan membawa ember penuh air untuk diisikan ke bak mandi .
Aku sempat melihat cara ‘kuno’ mandi, tidak menggunakan sabun, melainkan menggunakan batu kali yang kecil, untuk menggosok – gosok badan. Sebenarnya cara ini tidak sepenuhnya salah, karena batu berfungsi sebagai ‘scrubbing’ untuk meng’amplas’ sel-sel kulit mati di permukaan tubuh kita. Tetapi batu tak memiliki fungsi membersihkan kotoran di permukaan kulit.

Di Mojokerto, saat aku harus kost 1 bulan karena melakukan kerja praktek di salah satu pabrik di sana, aku terkaget – kaget karena di rumah Ibu kost – yang tak pernah kutinggali karena aku lebih memilih ulang alik setiap hari Sby – Mojokerto - bak mandinya yang super besar itu tidak hanya berfungsi sebagai bak air, melainkan juga tempat memelihara ikan mas…!! Aduuh benar – benar musibah deh, .. terbayang ‘kan,.bagaimana geli dan jijiknya aku, mesti mandi bersama ikan mas,.yang juga membuang kotorannya di sana !!! Bagaimana mau mengambil air wudlu, jika airnya bercampur dengan kotoran ikan ?

Aku bukan orang yang suka menghabiskan waktu berlama – lama di kamar mandi. Bagiku, cukup 10 menit untuk mandi. Bahkan jika perlu, dalam keadaan darurat, di mana aku tergesa – gesa pergi bekerja, aku akan mandi koboi, 5 menitpun jadi !!!

Orang Indonesia memilih kamar mandi basah, karena merasa lebih nikmat menggunakan bak mandi, mengguyur air di tubuh kita dengan gayung.
Dengan gaya mandi ‘byur – byur’ seperti ini – di mana kita melihat air berlimpah satu bak penuh -, akan menghabiskan air dalam jumlah banyak. Ini akan menjadi tantangan bagi kita, di mana persediaan air bersih kita makin terbatas, karena ancaman lingkungan yang menggerus persediaan air tanah kita. Sehingga kita harus makin bijak menggunakan air di sekitar kita.
Bayangkan jika kita menjadi orang di kawasan Plumpang - Semper, JakUt, yang sulit mendapatkan air bersih untuk mandi, karena air tanahnya payau dan terasa licin. Mereka mesti membeli dari tukang air keliling : 1 drum 25 l seharga Rp. 2,000 untuk keperluan mandi, cuci, dan masak. Padahal dalam sehari, berapa drum yang mesti mereka beli ?
Belum lagi jika kita lihat di Gunung Kidul, di mana seseorang harus berjalan 5 km untuk mendapatkan air setempayan, karena kondisi alamnya yang kering kerontang. Apakah kita tega menghambur – hamburkan air, sementara di tempat lain begitu sulitnya mendapat air bersih ? Jika kita pertahankan gaya hidup boros air, maka 5 tahun dari sekarang, kita akan menggunakan air yang kualitasnya makin menurun !!!
Hal positifnya adalah : jika listrik mati, maka resiko tidak mendapat pasokan air menjadi berkurang, karena ada cadangan air dalam bak.

Sementara jika kita memilih menggunakan shower / pancuran – seperti yang kupilih 9 tahun yang lalu karena meniadakan bak air yang potensial menjadi sarang nyamuk demam berdarah -, maka kita bisa menggunakan air secukupnya. Dan ada sensasi pijat yang timbul, karena semprotan air yang bisa kita atur kekencangannya. Shower dengan konsep kamar mandi kering ini kupilih untuk menghindari tergelincir karena licin.

Yang banyak menghabiskan air adalah kamar mandi gaya bath tub, di mana untuk bisa berendam, kita mesti mengisi bath tub hingga penuh, butuh waktu sekitar 15 menit, sementara jika aku sudah ingin mandi, aku tak sabar menunggu 15 menit.
Bath tub ini bukanlah pilihanku, terutama bila kita menginap di hotel, karena aku merasa jijik dan geli, bath tub yang sama digunakan oleh banyak tamu sebelumnya.

Di luar gaya mandi yang aku sebutkan di atas, ada lagi jenis kamar mandi yang ditentukan dari lokasinya : apakah kamar mandi dalam ruangan tertutup, ataukah kamar mandi di ruangan terbuka ? Kamar mandi berbatas langsung dengan alam : dengan semak perdu tanaman, dan bebatuan di pancuran, seperti yang kurasakan di salah satu hotel di Seminyak – Bali, atau seperti di Rumah Keramik – F. Widayanto di Beji - Depok. Sensasinya sulit dilukiskan,..karena kita mandi beratap langit.

Kamar mandi seperti apa yang anda pilih dengan memperhatikan slogan ‘save our earth’ ?

Villa M – Tretes, 3 Syawal 1426 H – 5 November 2005.
23.05

No comments: