Saturday, November 05, 2005

PHILADELPHIA : KISAH TENTANG SEBUAH PILIHAN GAYA HIDUP


Sebagai pengagum Tom Hanks, aku suka mengamati perannya dalam berbagai film. Salah satunya adalah peran sebagai gay - Andrew Beckett - yang bekerja sebagai pengacara di sebuah kantor pengacara di kota Philadelphia.
Di sana diceritakan dengan sangat menyentuh, kehidupan seorang gay yang terkejut melihat perubahan fisiknya : luka memerah tak sembuh – sembuh di wajahnya (disebut : kaposi sarcoma), diikuti tubuh yang makin kurus, dan pneumonia di mana pemicunya adalah sel – sel kekebalan tubuh yang rusak, menyebabkan daya tahan tubuh makin menurun. Jika orang biasa sakit flu hanya butuh beberapa hari untuk sembuh, maka flu pada penderita AIDS tak kunjung reda dan sembuh.
Dan si pengacara gay ini dipecat dari pekerjaannya, karena ketakutan kantor pengacara konservatif tsb bahwa ia akan menularkan penyakit AIDSnya ke orang lain di kantornya. Bentuk diskriminasi seperti inilah yang kemudian mendatangkan tuntutan balik oleh si mantan pengacara,dan berbuntut pengajuan kasusnya ke pengadilan .

Saat film ini dibuat 12 tahun silam (1993), kasus AIDS sedang marak diperbincangkan di mana – mana, sejak ditemukannya gejala AIDS pada tahun 1978 di US, Swedia, Haiti dan Tanzania, dan pengenalan nama AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) pada 27 Juli 1982.

Salah satu dari sekian banyak penyebab AIDS adalah ‘sexual orientation disorder’ yaitu orientasi seks pada sesama jenis.
Bagiku jelas, Tuhan menciptakan manusia berpasang – pasangan dan kita bisa memilih lawan jenis yang kita suka.
Aku tak ingin berpolemik masalah satu ini, karena bagiku kita diberi akal dan hati nurani untuk mempertimbangkan kebenaran ayat suci yang mengisahkan tentang Sodom dan Gomorah di zaman nabi Luth, di mana saat itu umat Nabi Luth ditimpa azab oleh Allah, karena perilaku seks menyimpangnya.

Sudah banyak selebriti dunia yang terenggut nyawanya karena AIDS : dari Freddy Mercury, Rock Hudson hingga penyanyi Indonesia Deddy Mirhad yang menyukai sesama jenis.
Perancang busana Samuel Wattimena memiliki keberanian untuk mengungkapkan secara jujur pengakuannya seputar kehidupannya sebagai seorang gay.

Banyak gay yang berkecimpung di bidang tertentu yang berkaitan dengan dunia wanita, seperti : hair stylist, fashion designer, make – up artist, juga dunia tari dan selebriti. Sekarang bahkan banyak eksekutif muda yang memilih menjadi gay.

Ketika aku sedang berada di suatu café di Philippines, temanku mengatakan bahwa pria tampan di seberang mejaku adalah seorang gay. Ketika kutanyakan, bagaimana temanku tahu, maka ia mengatakan bahwa ia bisa melihat dari T-shirt hitam ketat yang dikenakan oleh si pria, dan cara ia memandang. Temanku mengatakan bahwa banyak wanita Philippines patah hati dan sulit mendapat jodoh, karena populasi pria Philippines yang menjadi gay, cukup tinggi (aku tak tahu apakah ia bercanda atau serius) .

Ada yang mengatakan gay terjadi karena ada faktor ‘x’ yang mempengaruhi kromosom XY dalam diri seorang pria. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa faktor lingkungan berpengaruh di sini : apakah sejak kecil si pria diperlakukan dekat dengan dunia wanita sehingga menjadi kewanita – wanitaan, atau justru terjadi di saat dewasa, di mana pengaruh lingkungan teman, pengalaman seksual pertama di usia muda, atau negara tempat tinggal mengenalkan mereka pada dunia ini. Seperti pengakuan Dr. Dede Utomo - dosen sosiologi Unair - yang mengenal kehidupan gay ketika ia menuntut ilmu di Jerman, dan mendeklarasikan dirinya seorang gay di tahun ’80an, ketika dunia gay masih tabu dibicarakan secara terbuka. Apakah pengakuannya mengakibatkan ia diberhentikan sebagai dosen dan pegawai negeri ? Ternyata tidak !! Karena kita mesti memisahkan kehidupan pribadi seseorang dengan profesionalisme dan pengabdian seseorang. Sepanjang ia membuktikan dirinya mampu berkarya dan memberikan makna bagi sekeliling, maka kita mesti menghargainya.

Bagiku, menjadi gay atau tidak, itu merupakan pilihan yang dilakukan secara sadar. Kita sebagai manusia dewasa memiliki hak untuk memilih dan menjadi bahagia atas pilihan kita, sepanjang pilihan tsb sesuai dengan norma moral dan agama.

Setiap orang bebas menentukan pilihannya, dan setiap pilihan mengandung resiko yang mesti kita pertanggungjawabkan.

Perilaku menyimpang seseorang, tak mempengaruhi relasiku dengan orang tsb., sepanjang ia secara profesional dapat mempertahankan kinerjanya dan sebagai pribadi, ia memiliki kepribadian yang baik dan tak mempengaruhi kita atau keluarga kita agar mengikuti perilaku mereka.

Tak perlu melakukan diskriminasi terhadap mereka, karena mereka sama – sama makhluk ciptaan Allah. Masalah pilihan mereka menjadi seorang gay, biarlah menjadi urusan mereka dengan Allah.

Villa M – Tretes, 3 Syawal 1426 H – 5 Nov 2005
05.00 pm

No comments: