Thursday, November 03, 2005

BUDAYA MEMBACA BUKU & TANTANGANNYA


Salah satu hobbyku adalah membaca buku. Rak bukuku sampai tak muat menampung koleksi bukuku yang mencapai di atas 500 pcs. Buku buku koleksiku sebagian besar adalah buku – buku non fiksi : manajemen : marketing, keuangan, supply chain, manufacturing, sales, dsb, juga buku peningkatan diri, buku – buku yang membawa pencerahan seperti seri Stephen Covey, buku agama terutama yang memuat pemikiran Al - Ghazali, Cak Nur, Kang Jalal, dan Quraish Shihab. Sedikit di antaranya adalah buku - buku fiksi karya NH Dini, Budi Darma, Sapardi Djoko Damono, Sitor Situmorang, WS Rendra, dan beberapa novel karya pengarang muda seperti Fira Basuki , yang terasa ‘ringan dan cair’,..tak meninggalkan kesan mendalam.

Hobby membacaku menurun pada anakku yang perempuan. Ia penggemar berat komik
dan cerita fiksi lainnya seperti serial Harry Potter, chick lit atau teen lit. Aku ingin mengajarkan padanya untuk tidak hanya membaca sesuatu yang sifatnya ringan saja, tetapi mulai membaca buku berbobot seperti karya sastra, baik berupa novel atau kumpulan kisah pendek NH Dini, Budi Darma, yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa menghilangkan kerunutan penuturan dan keindahan kisah.

Buku memungkinkan kita untuk memperluas pengetahuan, dan mengembangkan daya imajinasi kita. Sekalipun saat ini buku telah mendapat saingan dari e-book yang dapat diakses dengan mudah, tetapi dari sisi kepraktisan, tetap e-book tak dapat mengalahkan kehadiran buku. Karena buku dapat menemani kita di mana saja : di mobil, di tempat tidur, di toilet sehingga kita betah berlama - lama , saat istirahat makan siang di kantor, dsb. Bahkan buku dapat dilipat, diberi warna penanda untuk kalimat atau pernyataan penting yang perlu digarisbawahi, dipinjamkan ke orang lain, dsb.

Tetapi jika kita melihat harga buku di toko buku, kita bisa jadi kehilangan selera untuk membeli buku karena harganya yang mahal. Karena apa ? Karena pemerintah tak memberi keringanan pembebasan pajak bagi percetakan yang akan menerbitkan buku. Demikian juga jalur distribusi yang mengambil bagian 40% dari harga buku, membuat si percetakan mesti memperhitungkan itu semua dalam struktur biaya.
Itu baru buku terbitan penerbit buku Indonesia yang dijual di pasar lokal.

Yang menggembirakan adalah upaya menerbitkan terjemahan buku – buku bermutu dari luar, terutama dari US, yang hanya selisih setahun dari tahun penerbitannya di negara asal…, sehingga kita tak tertinggal jauh dari negara lain. Hal ini bisa juga dikarenakan penerbit yang rajin mengikuti Frankfurt International Book Fair setiap tahun, sehingga dapat membeli hak edar buku buku bermutu.

Sementara jika kita lihat di luar negeri, baik di Philippines, Malaysia maupun India, kita akan tahu bahwa pemerintahnya memiliki kepedulian tinggi terhadap upaya pencerdasan bangsa, sehingga mereka membebaskan pajak atas kertas, penerbit dapat menekan biaya produksi dan akhirnya rakyat dapat membeli dengan harga murah

Sebuah penerbitan mengatakan bahwa jika penerbitan perdana mereka bisa menembus angka 3,000 eksemplar, ini sudah merupakan sebuah prestasi. Target penjualan yang amat rendah ini jaauh di bawah target negara – negara Asia lainnya

India terkenal akan edisi paper backnya, yang membuat buku - buku terbitan India dapat
dijual murah, tetapi tidak mengurangi kualitas isinya yang bagus. Bahkan sejak aku dulu kuliah di Teknik Kimiapun, beberapa text book menggunakan terbitan India yang juga terkenal maju akan bidang teknik etau engineeringnya. Toko buku sebesar Gramedia sudah mulai banyak mengimport buku terbitan India – yang memang kualitas kertasnya tak sebagus dan seputih terbitan Indonesia atau negara Barat lainnya – tetapi kandungan isinya bagus, sebagai alternatif mendapatkan buku berkualitas tetapi murah. Ini sebagai alternatif dari buku – buku terbitan Prentice Hall, Addison Wesley, Harvard Business, Mc Graw Hill edisi Asia.

Demikian pula negara lain seperti Malaysia ataupun Philippines. Di negara tsb, aku sering membeli buku yang harganya murah. Apalagi di Philippines dengan toko buku Nationalnya, yang jika memberikan diskon benar – benar gila – gilaan hingga 80% untuk buku – buku Barat beragam tema, dari management, psikologi, dsb dan buku – buku ini relatif baru : baru berkisar 2 -3 tahun dari tanggal penerbitannya !! Sehingga jika di Philippines, aku suka kalap menghabiskan waktu berlama - lama di toko buku dan membeli buku dalam jumlah banyak, yang mengakibatkan koperku overweight.
Berbeda dengan di Indonesia yang menunggu buku – buku import tsb sudah berusia lama dan kurang up to date lagi, hanya didiskon 10% . Itupun harga dari buku – buku import tsb sudah dimark up untuk mendapat profit margin yang lumayan, sehingga selisihnya dibanding harga resmi yang tertera di buku atau internet : 2x lipat harga banderol.

Sementara kita tahu bahwa apabila memesan buku ke penerbit dalam jumlah besar, maka toko buku akan mendapat diskon yang lumayan. Sama halnya seperti bila kita memesan buku melalui situs Amazon.com, maka kita bisa mendapat diskon hingga 30% dari retail price (padahal kita hanya memesan 1 buku saja). Seandainya toko buku mau berbaik hati untuk mengurangi margin keuntungannya, tentu kita akan memiliki kemampuan lebih tinggi untuk membeli buku - buku import terbitan terbaru dengan harga lebih terjangkau.
Buku – buku terbitan terbaru edisi Asia dari Mc Graw Hill untuk Management banyak diperoleh di toko buku Kinokuniya dengan harga yang lebih murah dibanding TB lainnya.

Sementara kendalaku untuk melakukan pemesanan melalui situs Amazon.com ataupun apics.org untuk buku buku yang berhubungan dengan supply chain, bukan terletak pada harga buku tsb, melainkan pengirimannya yang harus melalui udara dan umumnya menggunakan jasa UPS atau DHL. Dan inilah bagian termahal dari suatu buku, karena dalam waktu 3x24 jam, buku tsb telah sampai ke tangan kita !! Harga satu buku sekitar 60 USD, tetapi biaya pengiriman mencapai 24 USD, dan itupun sesampainya di Indonesia mesti membayar handling charges yang besarnya sekitar 200 ribu. Sehingga total biaya yang dikeluarkan sekitar 1 juta hanya untuk sebuah buku !!!! Betapa mahalnya !!
Tetapi bila kita memesan melalui barnes nobles.com ataupun amazon.com. masih bisa melalui udara, tetapi bukan One Night Service. Sehingga shipping cost dan handling chargesnya bisa rendah, sementara lead timenya sekitar 3-4 minggu

Bagiku kebiasan membaca buku merupakan upaya mencerdaskan bangsa. Dan hal ini hanya bisa tercapai bila kita memberikan kesmepatan kepada rakyat Indonesia untuk membelinya dengan harga terjangkau, ataupun menyewanya di perpustakaan (betapa langkanya hal ini ditemukan di Jakarta !!! Beberapa perpustakaan kecil yang ditemukan di pelosok Jakarta baru menyediakan buku – buku fiksi). Ada satu perpustakaan di Kemang, yang pelanggannnya kebanyakn orang bule, menyediakan buku - buku manajemen dan fiksi , ataupun menjual buku bekas yang telah selesai dibaca oleh pemiliknya, tetapi dengan harga sewa yang relatif tinggi : bisa mencapai Rp.40,000 untuk 5 hari membaca buku Six Sigma yang tebalnya 200 halaman

Dengan kondisi bangsa Indonesia yang sedang dilanda 4L (lesu tak bergairah, letih fisik,lelah pikiran, lemah finansial) akibat kenaikan BBM, pasti mereka akan menyampingkan dulu keinginan membeli buku. Bagi mereka lebih penting membeli bahan kebutuhan pokok dibanding membaca buku. Membaca buku tak dapat mengenyangkan perut mereka.

Budaya kita cenderung membuat seseorang lebih senang menghabiskan uangnya untuk membeli baju dan kebutuhan fashion lainnya, daripada membeli buku. Buku tak dapat menaikkan gengsi mereka !! Karena yang terlihat secara fisik pertama kali,…sebagai kesan pertama adalah apa yang melekat di tubuh mereka, dan bukan bagaimana pengetahuan dan pandangan mereka akan suatu permasalahan.

Sementara bagaimana upaya mencerdaskan bangsa ini berjalan dan kita jadi semakin tak tertinggal dibandingkan bangsa lain,…menjadi PR bersama kita. Apa yang dilakukan Yayasan Bunda Yessi dengan konsep ‘Rumah Baca’ dan ‘Perpustakaan Keliling’ yang tersebar di seluruh Indonesia bagi anak – anak tak mampu , merupakan langkah awal yang mulia untuk menjadikan membaca sebagai suatu budaya. Jika tidak sekarang, kapan lagi ?

JB - Surabaya, 1 Syawal 1426 H – 3 Nov 2005
13.30

No comments: