Friday, November 04, 2005

MENJADI TUA



Ingatlah dan manfaatkan :
Waktu luangmu sebelum sempit
Kayamu sebelum miskin
Sehatmu sebelum sakit
Mudamu sebelum tua
Hidupmu sebelum mati

Lebaran ini membuat aku memiliki kesempatan mengamati orang – orang tua di sekitarku, karena ada momentum sungkem, bersilaturahmi dsb.

Semakin aku mengamati mereka, semakin bayangan menakutkan itu (yang belum tentu terjadi !!) menari – nari di hadapanku : seolah – olah gambaran masa tuaku dipenuhi dengan kesendirian, ketakberdayaan, kepikunan, ketergantungan pada orang lain untuk menuntun kita (menuntun dalam arti sesungguhnya !!!), harus meminum obat seumur hidup, pantang makanan yang enak – enak dan tinggi kolesterol, menggunakan kaca mata baca (yang ini sih sudah dilakukan sekian tahun silam), juga memasang alat bantu dengar, serta…. menjadi cerewet (bukannya sekarangpun sudah cerewet !!! hehe..) dan nyinyir…. Tanda – tanda penuaan secara fisik yang tampak di wajah, seperti rambut beruban , atau pipi, dahi dan dagu yang mulai berkeriput dan kendur tak menciutkan nyaliku. Justru penurunan fungsi tubuh dan perubahan psikologis itulah yang menakutkanku !!

Tidak mudah menjadi tua, karena selalu ada resiko yang menyertai. Ada kerabatku yang memiliki ingatan yang masih lengkap dan tajam, tetapi dikaruniai tubuh yang rapuh , ringkih, dan hanya terbaring lemah tak berdaya di tempat tidur di usia 80an. Hal ini tentu menuntut kesabaran luar biasa dari keluarganya untuk merawat sang ibu dengan penuh kasih sayang, dan tak semata menyerahkannya pada ‘grandma sitter’ (bukan baby sitter, ya !!). Sementara hal sebaliknya bisa terjadi : ada yang memiliki memory yang lemah, pikun / demensia dalam kadar yang parah (Sehingga selalu memanggil dan menyebut putra dan adiknya yang telah meninggal), tetapi dikaruniai fisik yang prima. Ada juga yang menjadi buta karena terkena glukoma stadium lanjut. Di lain pihak ada pula yang stamina fisiknya masih OK, demikian pula ingatannya masih tajam, karena kepedulian anaknya yang dokter, sehingga selalu menyediakan obat – obatan uintuk ibundanya sedari muda. Adapula seperti Ibuku yang mulai terganggu pendengarannya tetapi tak mau menggunakan alat bantu dengar karena merasa tidak nyaman, sehingga jika berbicara dengan beliau, mesti setengah berteriak tanpa bermaksud marah, juga Ibu sudah mulai sedikit pikun, kadang mulai mengulang – ulang suatu cerita yang telah kudengar entah berapa belas kali. Ibu juga mesti berhati – hati berjalan, kadang perlu dituntun karena kakinya tak lagi sekuat dulu. Hal ini menyebabkan aku begitu takut melihat lantai basah dan kabel yang berseliweran, karena takut menytebabkan Ibu terpeleset, tersandung dan jatuh (banyak kasus kematian orang tua dikarenakan hal – hal kecil seperti jatuh di tempaat tidur atau di kamar mandi). Ada juga kerabat ibuku yang begitu menikmati hidup di hari tuanya, sehingga membolehkannya melahap apa saja yang diinginkannya (beliau jago masak) tanpa memikirkan akibatnya : beliau berprinsip hidup yang hanya sekali, harus dinikmati. Tak heran badannya begitu tambun, sementara kakinya kecil, sehingga menjadi tak seimbang untuk menyangga tubuh besarnya. Ke mana – mana beliau mesti dituntun, tetapi hal ini tak mengurangi mobilitasnya untuk bepergian ke pesta, arisan, atau mengunjungi anak – anaknya di Jakarta.

Seperti yang pernah kusampaikan di topik lain sebelumnya : kita menuai apa yang kita tanam dan menjadi kebiasaan kita berpuluh – puluh tahun sebelumnya. Lalu persiapan apa yang mesti kita lakukan ketika kita menginjak 40 tahun ? Bukankah gaya hidup kita semasa muda akan berdampak pada kesehatan kita di masa tua ? Sudahkah kita berolahraga secara teratur ? Sudahkah kita mengerem atau bahkan menghentikan kebiasaan merokok kita ? Apakah kita masih suka keluar hingga larut malam ? Apakah kita mengumbar diri untuk makan apa saja : makanan dengan kolesterol tinggi dan kadar gula yang tinggi ? Seperti kata pepatah ‘sedikit –s edikit lama – lama menjadi bukit’, maka kebiasaan buruk yang terbentuk sejak muda, akan menimbulkan masalah ketika kita tua. Segala tanda - tanda dan keluhan kecil yang semula tak tampak akan menjadi gangguan besar saat kita tua, dan menampakkan hasilnya saat itu. Bisa jadi kita mesti minum obat seumur hidup untuk mengontrol kadar kolesterol kita, demikian pula kita tak bisa lagi menggunakana gula alami, melainkan gula buatan dari aspartame.
Ini semua bersumber datri pola makan kita di waktu muda…, dari makanan yang kita makan setiap hari. Ada seorang budeku yang saat ini telah berusia 91 tahun, dan fisiknya tetap sehat tak kurang suatu apa (Kecuali sakit tua : pikun / demensia yang tak terhindarkan) karena di masa mudanya hingga tua, memiliki pola makan sehat ala Jawa : membatasi diri makan daging, banyak makan sayuran, sering melakukan tirakat mutih, serta makan secukupnya, tak pernah sampai kenyang, dan tertaur minum jus sayuran : campuran sledri, wortel, apel , sehari 3x.
Kita juga mesti mengubah jenis olahraga yang kita lakukan : bukan lagi body language atau jogging (alih – alih tulang kita bisa retak !), tetapi bisa dipilih jalan sehat , Orhiba , atau senam tera.

Saat kita berusia lanjut, maka dokter yang sering berhubungan dengan kita bukan lagi dr. ObsGyn (hehe,.mana ada manula yang belum menopause dan masih ingin hamil lagi !!) atau dr. Kulit dan Kelamin (keblinger ya,..kalau ada kakek – kakek yang masih datang ke dr spesialis KK karena PMS atau Penyakit Menular Seksual semacam GO atau gonorrhoe !!! Itu namanya masih asyik dengan urusan dunia,..padahal sudah bau kubur !!!) melainkan dr .Geriatri (dr khusus manula) dan dr. Gerontology (dr. spesialis penyakit yang berhubungan dengan usia tua, seperti : alzheimer, dimensia, osteoporosis, dsb).

Sementara bila kita ingin mengikuti asuransi kesehatan yang menanggung rawat inap dan tindakan : mensyaratkan usia maksimum peserta tak lebih dari 65 tahun,. Mengapa ? Karena faktor risiko yang makin besar. Selain itu asuransi selalu mensyaratkan pembayaran premi yang lebih tinggi bagi perempuan dibanding laki – laki !!

Aku juga tak ingin, karena tak memiliki persiapan yang cukup di masa muda dan produktifku, karena kesalahan gaya hidup : berfoya - foya menghamburkan uang, membuatku jadi sengsara dan harus tetap bekerja mencari uang demi sesuap nasi, di masa – masa seharusnya aku tak perlu lagi memikirkan duniawi, dan mulai menabung untuk persiapan akhirat : bekerja sukarela di organisasi nir laba, atau di yayasan anak – anak cacad, atau panti asuhan, memberi sedikit makna bagi orang lain. (Aku trenyuh melihat Ibu tua yang mesti menjual daun pisang di pasar dekat rumah Ibuku, sekedar untuk menyambung hidup, karena ia tak dapat mengandalkan anak – anaknya untuk menopang hidupnya !!)

Jadi, usia panjaaang hingga 90 tahun, tak selalu menjadi berkah apabila ternyata membawa penderitaan bagi orang di sekitar kita. Seperti ucapan Ibuku, beliau ingin dikaruniai usia yang masih memungkinkannya untuk tidak tergantung pada orang lain dan tidak menyusahkan orang lain (Ibu menjadi Ketua Koperasi Simpan Pinjam RT, selama lebih dari 25 tahun dan masih belum tergantikan !!) . Jikapun telah tiba saat menghadap Sang Khalik, Ibu ingin melalui proses sakit yang cepat – atau tanpa sakit – sehingga tak menyebabkan penderitaan Ibu berkepanjangan dan menyusahkan anak – anak dan menantunya karena mesti berkorban waktu, tenaga, dan menanggung biaya pengobatan yang besar.

Aku ingin menjadi tua tanpa harus merepotkan anak cucuku kelak, sehingga jangan sampai karena sakit yang lama dan membutuhkan perawatan intensif, akan menuai keluhan dari anak-anakku yang terampas waktu, tenaga dan uangnya demi menjaga Ibunya yang sakit – sakitan dan tua. Kadang aku berpikir mungkin lebih baik tinggal di pantin jompo / werdha, karena kita dapat bersosialisasi dengan sesama orang tua, yang mengerti dunia kita, daripada menjadi beban anak – anak kita.

JB – Surabaya, 2 Syawal – 4 Nov 2005
05.50 am

No comments: