Tuesday, January 16, 2007

KELUAR DARI COMFORT ZONE (2)


Salah seorang teman kantor, memutuskan berhenti bekerja setelah berkarya lebih dari 10 tahun. Dan yang membuatku kagum adalah alasan di balik itu !! Dia memutuskan berhenti, setelah sekian lama merenung dan bertanya pada diri sendiri : ‘Inikah kediupan yang sesungguhnya saya cari, inginkan dan idamkan ?” Setelah melalui proses permenungan yang cukup lama, maka ia putuskan beehenti, dan keluar dari comfort zonenya : ia merasa mandek dan jalan di tempat, sementara ia belum mulai mengeksplorasi peluang di luar sana, yang ia rasa cukup menggiurkan : karena saat itu, ia belum mempunyai keberanian yang cukup, untuk keluar dari comfort zonenya !!
Sesudah melakukan riset kecil – kecilan, ia sadar, bahwa ia bisa mengeksplorasi bakat lain di luar keahliannya yang teruji di kantor !! Bisnis !!
Ia bahkan akan merintisnya dari nol : bisnis kue kering tantenya, yang sering ia tawarkan ke rekan – rekan kerjanya, belum tertangani secara optimal !! Maka dengan pengetahuan marketing dan networknya yang lumayan banyak, ia akan fokus ke bisnis ini !!

Satu hal yang membedakannya – yang jadi majikan kecil bagi diri sendiri – dari kita yang bekerja di kantor – dan lebih memilih jadi kuli besar tyang diperintah orang lain – adalah KEBERANIAN UNTUK MENGUBAH HIDUPNYA dan MEMULAI SESUATU YANG BARU, SEKARANG JUGA !! Sementara kita terlalu dikuasai oleh ‘what if’ secenario’ : ‘ya kalau sukses,..kalau gagal ?’,.maka saya akan kehilangan kesempatan untuk kongkow2 di Starbucks, berangkat dan pulang pada jam tertentu, 5 hari seminggu, dan kehilangan kepastian tgl 23 akan menerima transfer gaji dengan jumlah tertentu !! Karena benak kita dipenuhi oleh ‘what if’ tadi,..maka kita memilih jalan di tempat ,..seumur hidup kita !!! Kita memilih ‘play safe’ dan tak berani menjadi ‘risk taker’

Sementara seorang temanku bercerita, temannya yang sarjana teknologi pangan, dan beberapa tahun tak mendpatkan kerja yang sesuai, menghilang dari peredaran selama 2 tahun, untuk ‘berguru’ cara membuat martabak manis, pada penjual martabak manis di Bandung . Teman – temannya terheran – heran mendengar kisahnya. Ternyata, ilmu membuat maartabak manis tersebut ia terapkan, ketika ia memulai hidupnya sebagai imigran gelap di US. Dan rasa martabak manis yang mirip dengan crepes, tetapi dengan texture yang lebih tebal dan berat, ditambah rasa yang lebih mantap, membuat usaha martabak manisnya yang dimulai dari gerobak dorong, berkembang pesat menjadi tempat permanen, semacam restoran di ujung jalan. Kini, kegigihan si teman ini berbuah manis, ia berhasil hidup di negara orang, bahkan menjadi permanent residence di sana !!!

Moral cerita ini adalah : Kita mesti mengasah sensitivitas kita, untuk dapat melihat dan menangkap peluang yang ada di depan kita.

BNI, 070107
01.30 pm

No comments: