Sunday, May 04, 2008

KRL Serpong – Tanah Abang : suatu pagi


Bermula dari ide kakakku Sabtu kemarin, mengajakku ke Tanah Abang yang telah belasan tahun tak pernah kukunjungi lagi, karena malasnya.

Yang terbayang hanya macetnya perjalanan, deretan bis dan angkot di Jatibaru yang mangkal semaunya, dan kios – kios yang pengap, panas, dan kadang – kadang pelayan toko yang suka memberikan celetukan yang mengarah ke pelecehan seksual ringan.

Cuma karena aku ingin mendapatkan bahan batik pelangi dengan desain modern, ala Allure butik yang akan kujahit express, dan kupakai untuk Senin nanti, maka aku setuju pergi ke TA.

Kali ini karena sudah jam 10an, aku tak bisa mendapatkan KA Executive Sudirman yang berAC dan bertarif Rp 8,000. Jadi, cukup dengan Rp 1,500 bisa naik KRL Ekonomi yang ternyata sekalipun tak berAC, tetapi cukup bersih dan cepat, karena dalam waktu 40 menit, kita telah tiba di TA. Kereta ini juga cukup nyaman, karena tidak ada ayam, kambing atau tumpukan sayuran di tengah – tengah gerbong. Malah yang kutemui, layanan ala Air Asia, di mana ada pedagang yang sangat kreatif, menggunakan kereta dorong beroda, dengan rak – rak minuman dingin menjual berbagai minuman ringan dengan harga ekonomis. Demikian pula kutemukan penjaja stationery lengkap dengan kereta dorong beroda, yang menjual segala alat tulis hingga pensil krayon seperti yang kutemui di Gramedia, dengan harga super murah.Ada pula penjual roti buaya ala Betawi yang membuat aku membelinya sebagai oleh – oleh untuk anakku yang suka sesuatu yang serba unik.
Inilah perbedaan bila kita naik KRL Executive Sudirman, maka takkan kita temui pedangan asongan atau dengan kereta beroda seperti yang kujumpai saat naik KRL Ekonomi.

Kujumpai beberapa anak kecil mendongakkan kepalanya menjangkau jendela kereta yang sengaja dibuka lebar agar ada sirkulasi udara. Sekalipun hal ini membuat aku merasa agak miris, karena takut si anak itu jatuh terlempar keluar jendela, jika tubuhnya terlalu condong ke depan.

Belum lagi reda keherananku, kujumpai pengamen tunanetra yang menggunakan karaoke, dan sibuk mengacungkan kantung plastic kecil untuk mendapat receh dari penumpang
Sayang, karena alasan keamanan, aku tak membawa kameraku untuk mengabadikan momen langka seperti di atas.

Inilah hal – hal unik, lucu dan mengharukan dari sisi human interest, yang berpotensi mendapat hadiah Pulitzer jika dibidik kamera dengan piawai.

BNI – sambil menghitung bintang di langit,
4 Mei ’08 – 07.50 malam