Sunday, March 23, 2008

JALAN SURABAYA, SUATU PAGI.....

















Satu hal yang amat kunikmati di akhir pekan : menyusuri jalanan Menteng yang asri...dengan deretan rumah kunonya,...seperti menarik – narik kita ke masa lalu,..seperti kita tidak sedang berada di tengah Jakarta yang hiruk, pengap dan diburu sang waktu !!

Lalu singgah sejenak di Taman Menteng dengan rumah kacanya, tempat pameran seni sering diadakan. Di Taman Menteng ini kita bisa bermain basket, duduk – duduk santai sambil membaca buku, atau sekedar leyeh – leyeh sambil tiduranpun OK. Apalagi disediakan bangku – bangku taman yang nyaman, tempat kita bisa melambatkan irama kehidupan kita, setelah selalu berkejaran dengan sang waktu !!

Taman Menteng ini berbeda dari Taman Langsat di depan sekolah anakku , Lab School Kebayoran, yang hanya asyik dijadikan lintasan jogging sepanjang 0.75 km dan duduk mencangkung di tepi kolam sambil mendengar berisik klakson bis kota , ataupun berbeda dari Taman Kota BSD yang hiruk dengan manusia seputar Serpong yang jogging sambil cuci mata melihat cewek sexy berlari di pagi hari, dan apabila lelah, deretan kios makanan telah menunggu didatangi .

Puas menikmati Taman Menteng, biasanya kuteruskan berjalan ke Planetarium – Cikini. Tidak untuk menikmati Planetarium yang terakhir kudatangi hanya memutar slide tentang peristiwa gerhana matahari dan bulan, tetapi untuk berjalan – jalan sekeliling halaman parkir belakang, tempat di mana anak – anak berlatih tari Bali, juga melihat kios buku – buku lama yang dijual oleh salah satu penyair.

Dari Cikini, baru kulangkahkan kaki, sepanjang jalan Surabaya : menikmati benda – benda antik atau tiruannya, sambil bergumam seorang diri : ’wah,..ini persis seperti keramik di rumah ibu,...atau ini kuningan motif Minang persis seperti yang dulu biasa kulap semasa kecilku, di ruang tamu orang tuaku,...atau jam kapal ini persis seperti yang terpajang di ruang belakang” dst.....dst !! Gumaman – gumaman kecil antara kagum dan kecewa karena ternyata banyak juga koleksi antik ibuku yang sama dengan yang dijual oleh pedagang jalan Surabaya, yang sekarang lari entah ke mana, karena ibu beranggapan lebih baik diberikan atau dijual kepada sanak kerabat yang menyukai barang antik, daripada diwariskan ke anak-anaknya yang tak menyukai dan tak mengerti barang antik.

Di Jalan Surabaya yang panjangnya sekitar 400 m ini, bisa dijumpai kios yang menjual aksesori pakaian : perhiasan – perhiasan antik dari zaman Belanda, dengan warna seperti tembaga, hingga perak dan sepuhan emas (tetapi belum ada satupun yang seusai untuk kupadupadankan dengan baju etnikku), batik – batik kuno, agak kuno dan baru (yang ternyata masih lebih antik dan indah punya ibuku !!), kebaya encim (hmm akhirnya aku bisa juga mendapatkannya di sini !!), kain tenun dan ikat termasuk ulos yang harganya menakjubkan, patung – patung dan topeng tribal dari berbagai daerah di Indonesia, keramik – keramik terutama piring, macam – macam barang setengah antik dari zaman Belanda : jam kapal, jam kukuk, timbangan dacin besar, radio jadul (hmm..jadi ingat,,..di mana disimpan radio Phillips bapak zaman ’70an, yang bentuknya seperti trapesium ??), gramofon, setrika arang dengan ayam jago di ujungnya, mainan jadul seperti dakon, alat cetak batik print, dan macam – macam alat musik tradisional Indonesia : dari gamelan nada pelog slendro, sampai sasando ada semua di sini. Mau cari piringan hitam era ’60an dan kaset ear’70an pun, semua tersedia di sini. Malah dengan mudah ditemukan macam – macam kerajinan tangan dari berbagai negara di Asia : Thailand, Pakistan, Cina, India, dsb.
Cuma, jika bertanya harga, harus pintar – pintar menawar !! Harga awal yang diminta biasanya jauh lebih tinggi dibanding tempat barang antik dan replikanya, di Situ Gintung – Ciputat. Bahkan satu alat musik tradisional Batak, di suatu art shop di Bukit Tinggi, hanya berharga ½ harga Jalan Surabaya.

Perburuanku ke sini, selalu berakhir sukses. Sebagian dari benda – benda yang menghiasi ruang tamuku : setrika jago, telur dengan huruf Pallawa dan batu di dalamnya, patung Loro Blonyo, dakon naga, replika cula gajah Bali, alat musik tifa, piring keramik , tempat nginang kuningan ex Palembang, batik setengah lawas, kebaya encim, adalah hasil perburuan di Jalan Surabaya, selain yang kubeli di Bali dan Gintung – Ciputat . Dan buatku, aku tak peduli apakah barang yang kubeli antik atau tidak, yang penting, aku suka desainnya, dan sesuai dan padu untuk kutaruh di ruang tamu dan ruang keluarga !
Ada satu benda yang masih kucari : patung Bali berukuran cukup besar, yang terbuat seutuhnya dari koin kuno, yang di Balipun sangat jarang kudapat, tetapi di jalan Surabaya kutemukan yang berukuran kecil, dengan harga enam digit nol !!

Jika kudapat sesuatu dari sini, rasanya impas dengan capeknya berpanas – panas berjalan menyusuri trotoar kecil, sambil satu persatu mengamati benda – benda yang tertata asal di kios – kios kecil tsb.

BNI – March 24,’08
07.30am