Ini adalah sempalan atau kutub berlawanan dari topic “Married Yes,….Kids, no !” di atas. Beberapa orang di Barat justru bertindak sebaliknya : tidak ingin menikah atau tidak perlu punya pacar, dan tak perlu melakukan sexual intercourse dengan lawan jenisnya, tetapi ingin memiliki anak sendiri agar bisa melampiaskan kasih sayangnya secara lebih beradab dibanding melakukannya dengan pacar – pacar orang lain .
Baik dengan cara adopsi (cara yang lebih diterima di Indonesia dan mulai umum dilakukan !!), atau cara ekstrem : dengan memilih donor sperma yang berkualitas, kalau perlu dicari dari professor atau penerima hadiah Nobel, atau pengusaha yang masuk daftar Top 500 fortune atau forbes, dan masuk daftar Tatler society, dan kemudian melakukan pembuahan di rahimnya, dan mengandung janin dari donor sperma dengan kualitas unggulan tadi. Atau bisa juga dipilih donor sperma (bukan yang anonymous, tetapi pilih yang ‘open information’ yang bertarif 100 USD lebih mahal dari 370 USD anonymous !!) : bintang – bintang Hollywood seperti George Clooney atau Brad Pitt, supaya nanti si anak bisa menjadi bintang sinetron berwajah ke-Indoan dan calon selebriti masa depan !!
Keinginan minoritas perempuan dari golongan ini, terjawab dengan kehadiran bank sperma, yang fungsinya jauh lebih luas daripada untuk sekedar memenuhi minoritas perempuan golongan ini !! (baca topic selanjutnya ‘bank sperma’)
Dengan adanya hal ini, maka kita mesti meredefinisikan kembali proses pro-kreasi anak manusia, yang terlahir dari cinta dan do’a kedua orang tuanya, yang diharapkan menjadi penerus keturunan. Karena proses ini tiba – tiba kehilangan gregetnya karena dieliminasi, dan digantikan oleh proses seleksi bahan baku unggulan ( baca : sperma) sehingga menihilkan kegagalan akan bayi cacat fisik, ataupun debil imbisil idiot. Tetapi proses yang direduksi ini sama seperti cita – cita awal ketika gagasan cloning dimulai di awal ‘80an untuk mendapatkan hewan unggulan, silangan dari macam – macam yang ‘terbaik’, dan ternyata pada pelaksanaannya tak semudah itu, karena domba ‘Dolly’ yang dilahirkan dengan cara ini ternyata malah rentan penyakit dan memiliki umur yang lebih pendek dibanding domba – domba ‘non cloning’ . Hmmm,…ternyata hewan – hewan yang terlahir tanpa rekayasa manusia malah lebih berkualitas !! Bagaimanapun juga Tuhan telah mengatur semuanya !! Manusia boleh berikhtiar, tetapi mesti tahu batas maksimum yang dapat ditoleransi, agar tak kebablasan !!
Sama seperti isu mengenai tanaman yang dibuat dengan metode GMO (Genetically Modified Organisms) / rekayasa genetika yang telah menghebohkan dunia sejak belasan tahun silam, seperti semangka tanpa biji, atau tanaman – tanaman lainnya yang menggunakan teknik ini agar memperoleh output panen yang jauh lebih banyak, lebih tahan terhadap hama penyakit, dsb. Tetapi kita tak pernah tahu apa dampak dari rekayasa genetika ini terhadap kesehatan umat manusia pada jangka panjang. Karena bagaimanapun juga, yang diproses dan tumbuh kembangkan secara alami, selalu lebih baik !! Makanya ada istilah pangan organic yang semua bahan bakunya diproses alami, di tanah yang tak menggunakan pupuk dan pestisida, dan untuk itu konsumen mesti membayar jauh lebih mahal !
Untuk perlindungan konsumen, maka semua pangan yang dibuat dengan rekayasa genetika, mesti mencantumkan code GMO di label kemasannya.
Kenapa jadi lari ke tanaman rekayasa genetika ya ?? Karena sekarang ini orang telah kehilangan kesabarannya, dan cenderung mereduksi dan mengeliminasi proses , demi tercapainya budaya instant tadi !!
Kalau ultimate goalnya punya anak,…kenapa mesti melalui proses pilih – pilih pacar, putus, mulai lagi, dst hingga dilamar yang perlu waktu bertahun – tahun atau bahkan belasan tahun, sebelum akhirnya mendapat anak yang didambakan ?
Pesan moralnya : sesuatu yang berjalan alami, selalu lebih baik…!! Jadi nikmati saja proses berdarah-darahnya membina sesuatu hubungan, hingga akhirnya sukses memiliki anak,…karena pastinya akan lebih kuat emotional attachment ke sang anak
Senin pagi di Sudirman, 5 Mei ‘08
08.16
Baik dengan cara adopsi (cara yang lebih diterima di Indonesia dan mulai umum dilakukan !!), atau cara ekstrem : dengan memilih donor sperma yang berkualitas, kalau perlu dicari dari professor atau penerima hadiah Nobel, atau pengusaha yang masuk daftar Top 500 fortune atau forbes, dan masuk daftar Tatler society, dan kemudian melakukan pembuahan di rahimnya, dan mengandung janin dari donor sperma dengan kualitas unggulan tadi. Atau bisa juga dipilih donor sperma (bukan yang anonymous, tetapi pilih yang ‘open information’ yang bertarif 100 USD lebih mahal dari 370 USD anonymous !!) : bintang – bintang Hollywood seperti George Clooney atau Brad Pitt, supaya nanti si anak bisa menjadi bintang sinetron berwajah ke-Indoan dan calon selebriti masa depan !!
Keinginan minoritas perempuan dari golongan ini, terjawab dengan kehadiran bank sperma, yang fungsinya jauh lebih luas daripada untuk sekedar memenuhi minoritas perempuan golongan ini !! (baca topic selanjutnya ‘bank sperma’)
Dengan adanya hal ini, maka kita mesti meredefinisikan kembali proses pro-kreasi anak manusia, yang terlahir dari cinta dan do’a kedua orang tuanya, yang diharapkan menjadi penerus keturunan. Karena proses ini tiba – tiba kehilangan gregetnya karena dieliminasi, dan digantikan oleh proses seleksi bahan baku unggulan ( baca : sperma) sehingga menihilkan kegagalan akan bayi cacat fisik, ataupun debil imbisil idiot. Tetapi proses yang direduksi ini sama seperti cita – cita awal ketika gagasan cloning dimulai di awal ‘80an untuk mendapatkan hewan unggulan, silangan dari macam – macam yang ‘terbaik’, dan ternyata pada pelaksanaannya tak semudah itu, karena domba ‘Dolly’ yang dilahirkan dengan cara ini ternyata malah rentan penyakit dan memiliki umur yang lebih pendek dibanding domba – domba ‘non cloning’ . Hmmm,…ternyata hewan – hewan yang terlahir tanpa rekayasa manusia malah lebih berkualitas !! Bagaimanapun juga Tuhan telah mengatur semuanya !! Manusia boleh berikhtiar, tetapi mesti tahu batas maksimum yang dapat ditoleransi, agar tak kebablasan !!
Sama seperti isu mengenai tanaman yang dibuat dengan metode GMO (Genetically Modified Organisms) / rekayasa genetika yang telah menghebohkan dunia sejak belasan tahun silam, seperti semangka tanpa biji, atau tanaman – tanaman lainnya yang menggunakan teknik ini agar memperoleh output panen yang jauh lebih banyak, lebih tahan terhadap hama penyakit, dsb. Tetapi kita tak pernah tahu apa dampak dari rekayasa genetika ini terhadap kesehatan umat manusia pada jangka panjang. Karena bagaimanapun juga, yang diproses dan tumbuh kembangkan secara alami, selalu lebih baik !! Makanya ada istilah pangan organic yang semua bahan bakunya diproses alami, di tanah yang tak menggunakan pupuk dan pestisida, dan untuk itu konsumen mesti membayar jauh lebih mahal !
Untuk perlindungan konsumen, maka semua pangan yang dibuat dengan rekayasa genetika, mesti mencantumkan code GMO di label kemasannya.
Kenapa jadi lari ke tanaman rekayasa genetika ya ?? Karena sekarang ini orang telah kehilangan kesabarannya, dan cenderung mereduksi dan mengeliminasi proses , demi tercapainya budaya instant tadi !!
Kalau ultimate goalnya punya anak,…kenapa mesti melalui proses pilih – pilih pacar, putus, mulai lagi, dst hingga dilamar yang perlu waktu bertahun – tahun atau bahkan belasan tahun, sebelum akhirnya mendapat anak yang didambakan ?
Pesan moralnya : sesuatu yang berjalan alami, selalu lebih baik…!! Jadi nikmati saja proses berdarah-darahnya membina sesuatu hubungan, hingga akhirnya sukses memiliki anak,…karena pastinya akan lebih kuat emotional attachment ke sang anak
Senin pagi di Sudirman, 5 Mei ‘08
08.16